
Guru Inspiratif
Guru Madrasah
Guru MAN
Pendidikan
Pendidikan Islam
Ibu Guru Luar Biasa, Kegigihannya Menjadikan MAN Liboto Lebih Diminatidari pada SMA dan SMK
![]() |
Sarkiah Hasiru |
Tahun pelajaran 2005/2006 itu hanya ada 80 siswa keseluruhan dari mulai kelas 1 sampai kelas 3 aliyah, atau kelas X, XI dan XII. Itu pun, untuk calon siswa kelas X Sarkiah harus mendatangi rumah mereka satu-persatu. Ia menjelaskan kepada orang tua mereka apa itu madrasah dan mengajak anak-anak mereka belajar di madrasah. Namun beberapa tahun kemudian keadaan berbalik. MAN Limboto menjadi favorit. Tidak lagi mendapatkan sisa-sisa. Madrasah ini bahkan berani membuka pendaftaran lebih awal dibanding dua sekolah umum di sampingnya. Catatan berikut ini adalah seputar rahasia sukses Sarkiah Hasiru dalam memimpin MAN Limboto mencapai puncak prestasi.
Waktu itu tidak banyak warga yang melirik madrasah. Malahan banyak juga yang tidak mengenal apa itu madrasah. Kebanyakan warga menyebut madrasah dengan sebutan “SMA madrasah”.Image madrasah masih kurang bagus.
Sarkiah mulai memperkenalkan madrasah kepada warga Limboto dan sekitarnya. Caranya, ia mengikutsertakan siswanya dalam berbagai perlombaan. Ia mendampingi siswa-siswinya sampai menjadi juara. Dari beberapa prestasi yang diraih siswa itulah madrasahnya mulai dikenal. “Kita memulai dengan prestasi. Kita promosi dengan prestasi. Kita lobi juga dengan prestasi,” kata Sarkiah.
Strategi Promosi
Menurut Sarkiah, salah satu indikator keberhasilan madrasah adalah ketika lembaga pendidikan Islam ini diminati oleh masyarakat. Atau ketika masyarakay berbondong-bondong menyekolahkan anaknya ke madrasah. Sementara prasyarat agar diminati, madrasah harus dikenal oleh masyarakat.
Ia mengaku terganggu kalau ada yang tidak mengenal madrasah atau salah menyebutkan istilah madrasah. “Kalau saya naik bentor (becak motor) saya selalu menyebutkan lengkap. Saya nanti turun di Madrasah Aliyah Negeri Limbito. Saya kasih lengkap sekalian untuk sosialisasi,” katanya.
Sarkiah, putri asli kelahiran Gorontalo 25 November 1965 mengaku dirinya adalah seorang pemalu. Ia tidak biasa tampil di depan umum. Namun demi untuk mengenalkan madrasah kepada masyarakat, ia belajar bernyanyi. Pada beberapa kegiatan yang dihadiri khalayak, ia memberanikan diri untuk tampil dan menyanyi sambil memperkenalkan madrasahnya.
Berikutnya, untuk mempromosikan madrasahnya, Sarkiyah melatih siswa-siswanya untuk berlatih tarian tradisional Gorontalo. Ia mendatangkan pelatih yang ahli di bidang itu. Saat hadir para tamu, entah pejabat setempat atau dari dinas pendidikan, siswa-siswinya memberikan sambutan dengan penampilan tarian tradisional. Awalnya memang canggung, namun selanjutnya para para siswa sudah terbiasa dan tampil percaya diri.
Tim penyambutan tamu dari MAN Limboto kemudian dilirik oleh Dinas Pariwisata setempat. Siswa-siswi MAN Limboto sampai dipercaya oleh kepala bagian pariwisata untuk menyambut tamu dari luar daerah dengan tarian tradisional.
“Awalnya banyak yang bertanya kenapa madrasah yang menyambut tamu? Tapi setelah tahu penampilan kita, mereka baru wawancara gimana latihannya. Sekarang Dinas Pariwisata selalu memanggil kita. Misalnya, kalau ada kunjungan DPR dari pusat, Bupati langsung menunjuk kita,” ” kata Sarkiah.
Dengan menampilkan siswa-siswinya dalam beberapa kegiatan di luar, Sarkiah juga ingin membuat mereka lebih percaya diri. Ia juga selalu mendampingi para siswa mengikuti berbagai perlombaan.
“Anak-anak selalu ikut lomba dan saya damping supaya mereka tidak takut. Setiap lomba selalu anak-anak saya wanti-wanti harus punya target. Jangan minder dengan anak-anak dari sekolah lain, termasuk dari Insan Cendekia,” kata Sarkiah dengan logat Gorontalo-nya yang khas.
Saat tampil bersama siswa-siswi sekolah unggulan, apalagi sampai juara, saat itulah kepercayaan diri siswa madrasah semakin tinggi. Pada tahun pertama Zarkiah menjabat sebagai Kepala Madrasah, MAN Limboto sudah mendapatkan predikat sebagai sekretariat pramuka terbaik. Madrasah ini juga berhasil menjadi juara dalam kegiatan Napak Tilas yang diselenggarakan oleh Gubernur. Siswa MAN Limboto juga menang dalam lomba cerdas cermat Tap MPR, dan masih banyak lagi.
Butuh 1 Tahun 8 Bulan
Setelah sosialisasi dan promosi madrasah dirasa sudah berhasil, berikutinya Sarkiah baru masuk kepada program-program penataan di dalam. “Saya butuh waktu sekitar 1 tahun 8 bulan,” katanya.
Selama 1,8 tahun itu ia memberi pengertian kepada siswa, guru dan para stakeholder, tentang bagamana menngelola sekolah yang bagus. Sarkiah mengaku banyak belajar dari “magnet school” MAN Insan Cendekia Gorontalo. Ia juga mengajak beberapa guru melakukan studi banding ke beberapa sekolah di Gorontalo, bahkan ke sekolah-sekolah unggulan di Jakarta.
“Biaya disihkan dari yang ada. Misalnya dari honor pengawas kita sisihkan dan kita kumpulkan untuk kita pakai studi banding,” kata ibu tiga anak itu.
“Kita sering menyelenggarakan rapat, kita sharing mau kita apakan sekolah ini? Banyak sekali masukan. Masing-masing kita memaparkan dari mulai bidang bidang laboratorium, perpustakaan, tata usaha, guru, sampai kepala sekolah sendiri menyampaikan rencananya ke depan. Kemudian yang lain memberikan tanggapan. Kita diskusi dan kita menghasilkan buku pintar dan SOP selama 3 bulan kita rapat.”
Menurut Sarkiah, selama 1,8 tahun itu madrasahnya baru bisa mengejar ketertinggalan dan menata semua bidang. “Kalau sekolah yang sudah stand by mestinya cukup 3 bulan beradaptasi dan mengejar program. Kalau kita butuh waktu satu tahun delapan bulan,” katanya.
Para guru juga dibuatkan portofolio, dan masing-masing portofolio telah ada di meja tugasnya sebagai kepala madrasah. Menurnya, waktu itu, tidak banyak sekolah yang tahu apa itu portfolio. Banyak guru yang tidak memperhatikan soal-soal penting seperti kehadiran, prestasi, dan nilai.
“Kalau ada portofolio saya tidak terlalu banyak menegur karena ada catatannya. Itu dari sisi kedisiplinan,” katanya.
Untuk para siswa juga dibutkan format-format yang berisi point-point yang harus dicapai. Jika siswa gagal mencapai target, pihak madrasah memberikan teguran secara administratif. Portofolio untuk para siswa yang isinya semacam “kartu kontrol” yang sudah berada di meja satpam ketika siswa keluar atau masuk madrasah.
“Semua itu saya rumuskan sendiri. Setiap malam saya merenung. Dari hasil studi banding sayaintegrated, saya kombinasikan,” demikian Sarkiah.
0 Comments: