Bagaimana Rasulullah Menyambut Bulan Suci Ramadhan |
Sejak zaman Rasulullah tradisi menyambut Ramadhan juga dilakukan sejak diturunkannya perintah Allah akan kewajiban puasa di Ramadhan.
Beberapa hari sebelum berakhirnya bulan pada Sya‘ban 2 H/623 M atau lebih kurang selepas 18 bulan Rasulullah Saw. menetap di Madinah, turunlah ayat Alquran yang mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan, yaitu:
“Wahai orang orang yang beriman diwajibkan ke atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat umat sebelum kamu, agar kamu dapat menjadi orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 183).
Ayyuhannaas! Sayazhillukum Syahrun ‘Azdimun Mubaarak. “Wahai manusia! Kini telah dekat kepada kalian satu bulan agung, bulan yang sarat dengan berkah. Juga, bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik ketimbang seribu bulan. Inilah bulan yang Allah telah menetapkan puasa pada siang harinya sebagai kewajiban dan shalat (sunnah) di malam harinya sebagai shalat sunnah. Barang siapa ingin mendekatkan diri kepada Allah di bulan ini dengan suatu amal sunnah, maka pahalanya seolah dia melakuan amal yang wajib pada bulan-bulan lain. Dan, barang siapa melakukan amal wajib di bulan ini, dia akan dibalas dengan pahala seolah dia telah melakukan tujuh puluh amal wajib pada bulan-bulan lain.
Inilah bulan kesabaran dan imbalan atas kesabaran adalah surga. Inilah bulan simpati terhadap sesama. Pada bulan inilah rezeki orang-orang yang beriman ditingkatkan. Barang siapa memberi makan (untuk berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan balasan keampunan atas dosa-dosanya dan pembebasan dari Neraka Jahannam. Selain itu, ia juga memperoleh ganjaran yang sama sebagaimana ganjaran yang dikaruniakan atas orang yang berpuasa tersebut; tanpa sedikit pun mengurangi pahala yang orang yang berpuasa itu!”
Sejenak Rasulullah Saw. berhenti berpidato. Tiba-tiba seseorang di antara mereka mengeluh kepada beliau.
“Wahai Rasul! Tidak semua di antara kami memiliki sesuatu yang bisa diberikan kepada orang yang sedang berpuasa untuk berbuka!”Rasulullah menjawab:
“Allah akan mengaruniakan balasan ini kepada seseorang yang memberi buka walau hanya dengan sebiji kurma, atau seteguk air, atau seisap susu. Inilah bulan yang pada sepuluh pertamanya Allah menurunkan rahmat, sepuluh hari pertengahannya Allah memberikan ampunan, dan sepuluh hari yang terakhir Allah membebaskan hamba-hamba-Nya dari neraka Jahannam. Barang siapa meringankan beban hamba sahayanya pada bulan ini, Allah Swt. akan mengampuninya dan membebaskannya dari neraka.
Perbanyaklah di bulan ini dengan empat hal. Dua hal bisa mendatangkan keridhaan Tuhan kalian, dan yang dua lagi kalian pasti memerlukannya. Dua hal yang mendatangkan keridhaan Allah ialah hendaknya kalian mengucapkan syahadat (persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah) dan istighfâr (permohonan ampun kepada-Nya) sebanyak-banyaknya. Sedangkan dua hal yang kalian pasti memerlukannya ialah hendaknya kalian memohon kepada-Nya untuk masuk surga dan berlindung kepadanya dari neraka Jahannam. Dan, barang siapa memberi minum kepada orang yang berpuasa (untuk berbuka), Allah akan memberinya minuman dari telagaku yang dengan sekali teguk saja ia tak kan pernah kehausan lagi hingga ia memasuki surga!”
Pidato Nabi tersebut dapat dianggap sebagai pidato menyambut Ramadhan. Kita pun memang biasa melakukan acara ceramah menyambut Ramadhan yang terkadang kita sekaliguskan dengan peringatan Isra' Mi'raj, Buru-at Nishfu Sya’ban dan menyambut Sayyidusysyuhur, penghulu semua bulan.
Lalu ada orang yang bertanya: Apakah itu Lailatur Qadar, ya Rasulullah? Beliau menjawab: Bukan. Tetapi itu adalah selayaknya seseorang yang bekerja diberikan upah apabila telah sempurna menyelesaikan pekerjaannya. (HR. Imam Ahmad, dari Abu Hurairah).
Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang dengan sengaja tidak berpuasa Ramadhan satu hari saja tanpa uzur syar’i seperti sakit, maka ia tidak akan dapat menggantinya walau ia berpuasa setahun penuh. Dalam riwayat lain, walaupun ia berpuasa seumur hidupya. (HSR. Imam Ahmad, Atturmudzi, Abu Daud, dan lain-lain dari Abu Hurairah).
Hadis tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya puasa Ramadhan. Karena itu, kita perlu mempersiapkan jasmani dan rohani untuk ini. Rasul sendiri melakukan demikian, seperti sering melakukan puasa Senin-Kamis, puasa hari-hari putih (13, 14, dan 15) tiap bulan, kecuali Bulan Sya'ban. Sesuai kisah Aisyah ra: Rasulullah banyak berpuasa (di bulan Sya'ban) sehingga kita mengatakan, beliau tidak pernah berbuka dan aku tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah banyak berpuasa (di luar Ramadhan) melebihi Sya'ban.” (HR. Bukhari-Muslim).
Usamah bin Zaid juga menceritakan: Aku bertanya kepada Rasul, ‘Wahai Rasulullah, Aku tidak melihatmu banyak berpuasa seperti di bulan Syakban? Beliau menjawab: Syakban adalah bulan yang suka dilupakan banyak orang, letaknya antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan tersebut amal manusia diangkat (ke langit) oleh Allah Swt dan aku menyukai pada saat amal diangkat aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. An-Nasa’i).
Mari kita mempersiapkan diri dengan, antara lain: bersuka cita akan datangnya bulan Ramadhan, dalam hadist riwayat Ahmad; Merencanakan agenda kegiatan harian untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadhan; Mempelajari dan memahami fiqh Puasa Ramadhan; Meninggalkan dosa dan maksiat dan memperbanyak taubat sesuai firman Allah Swt.
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.( QS. An-Nur:31).
Demikianlah cara Rasulullah saw menyambut bulan Ramadhan sesuai dengan apa yang termaktub dalam kitab-kitab Hadis dan kitab-kitab Sirah. Wallahu a’lamu bish-shawaab.
0 Comments: