Headlines
Loading...
GUS SHOLAH: UNHASY AKAN KEMBANGKAN KAJIAN PEMIKIRAN KIAI HASYIM ASY'ARI

GUS SHOLAH: UNHASY AKAN KEMBANGKAN KAJIAN PEMIKIRAN KIAI HASYIM ASY'ARI

Pendidikan, Arrahmah.co.id --Rektor Universitas Hasyim Asy'ari (Unhasy) Tebuireng KH Salahuddin Wahid mengungkapkan, pemikiran pendiri Nahdlatul Ulama KHM Hasyim Asy'ari selama ini masih multitafsir. Karena itu, kampus yang dipimpinnya akan segera mengembangkan kajian pemikiran tokoh yang bergelar Hadlratus Syaikh tersebut.

"Beberapa waktu lalu, Unhasy menggelar seminar bekerjasama dengan Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta. Pembicara dari pihak kedutaan menyatakan, pemikiran Mbah Hasyim sangat dekat dengan ajaran Wahabi," tutur salah satu cucu Kiai Hasyim Asy'ari itu.

Oleh kelompok Islam puritan seperti Wahabi, pemikiran Mbah Hasyim yang dikenal sebagai ahli hadits dianggap sangat dekat dengan mereka. "Bahkan, mantan Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustafa Ya'qub yang juga alumni Pesantren Tebuireng pernah menulis beberapa titik temu pemikiran Mbah Hasyim dengan Ibnu Taimiyah," ungkap adik kandung Gus Dur ini.
 
Di sisi lain, ungkap Gus Sholah, pemikiran Mbah Hasyim yang lebih kontekstual dan tetap relevan dengan tantangan zaman sebenarnya juga tercermin dalam berbagai pemikiran dan langkah yang diambil oleh ayahnya (KHA Wahid Hasyim, red) saat terlibat dalam tim yang merumuskan dasar-dasar negara Republik Indonesia. "Tidak mungkin Kiai Wahid Hasyim berani mengambil keputusan menyetujui penghapusan tujuh kata dalam rumusan Piagam Jakarta, jika tidak direstui oleh Mbah Hasyim," tegasnya.

Pemikiran Mbah Hasyim tentang nasionalisme juga menjadi pilar penting kemerdekaan Indonesia. "Tanpa restu dan arahan Mbah Hasyim, tidak mungkin ada Resolusi Jihad yang membakar semangat Arek-arek Suroboyo yang dikobarkan melalui pekik takbir Bung Tomo dalam pertempuran 10 November yang heroik," tutur Pengasuh Pesantren Tebuireng ini.

Yang tidak kalah penting, proses penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal oleh Nahdlatul Ulama pada Muktamar Situbondo (1984) juga tidak bisa dilepaskan dari sentuhan Mbah Hasyim. Peran KH Achmad Siddiq dalam merumuskan dokumen hubungan Pancasila dengan Islam yang menjadi dasar keputusan Muktamar NU sangat besar. "Tentu bukan suatu kebetulan bahwa Kiai Achmad Siddiq adalah santri Mbah Hasyim," ujarnya.

Empat Warisan Besar

Sementara itu, Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi mencatat ada empat warisan besar KHM Hasyim Asy'ari yang perlu dikembangkan secara kontekstual dalam menjawab tantangan globalisasi. Yaitu, kewirausahaan dan kemandirian ekonomi, semangat nasionalisme, pendidikan berorientasi pada ilmu terapan dan tradisi penulisan ilmiah.

Sejarah mencatat, di tengah kesibukan Mbah Hasyim membimbing santri dan berdakwah, beliau tetap melakukan aktivitas ekonomi. "Bahkan, salah satu pilar NU adalah terbentuknya Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Kaum Saudagar)," tegas alumni Pondok Pesantren Tremas Pacitan ini.

"Soal pendidikan, kita bisa lihat, misalnya, putra KHA Wahid Hasyim hanya Gus Dur yang sepertinya disiapkan jadi kiai. Dua adik beliau mengambil studi ilmu terapan. Gus Sholah studi arsitektur dan Gus Umar belajar kedokteran," ungkapnya.

Dua warisan Mbah Hasyim lainnya terkait semangat nasionalisme dan budaya menulis juga sudah banyak dikaji dan diteliti. "Karena itu, Unhasy harus mengembangkan program academic writing agar dapat bersaing di kancah global," tutur pendiri Pesantren Nawesea Yogyakarta ini di hadapan peserta seminar Kontekstualisasi Pemikiran KHM Hasyim Asy'ari dalam Fenomena Global yang digelar Unhasy, Sabtu (30/7).

Dalam kesempatan tersebut, Yudian juga membantah tudingan bahwa tasawuf dan tarekat menjadi penyebab kemunduran umat Islam. "Justru, karena pengaruh tasawuf dan tarekat, penduduk nusantara yang semula mayoritas beragama Hindu berubah menjadi kawasan dengan penduduk muslim terbesar di dunia," tandasnya.

Menurut peraih gelar dari beberapa universitas ternama di Amerika Serikat ini, kemunduran umat Islam lebih disebabkan konflik internal dan ketertinggalan mereka dalam ilmu terapan. "Keruntuhan Khilafah Utsmaniyah di Turki itu lebih disebabkan teknologi militer mereka sudah tertinggal jauh. Karena meninggalkan ilmu terapan, kita juga sudah cukup lama tergilas revolusi industri," pungkasnya. (KBAswaja/Ibn Yaqzan)

0 Comments: