Headlines
Loading...
Begini Madrasah Ini Mendorong Siswanya Memegang Teguh Kejujuran

Begini Madrasah Ini Mendorong Siswanya Memegang Teguh Kejujuran

Kantin Kejujuran Madrasah Ibtidaiyah Al-Fauzain
Kantin Kejujuran Madrasah Ibtidaiyah Al-Fauzain
Pendidikan Islam, Arrahmah.co.id - Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Fauzain kelurahan Pondok Pinang, kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan ini menerapkan kantin kejujuran untuk para siswa. Para siswa membeli jajanan dengan memasukkan sendiri uang ke kotak dan mengambil sendiri uang kembaliannya.

Hampir setiap pagi anak-anak berkemurun di sekitar kantin madrasah. Mereka mengambil sendiri jajanan lalu memasukkan uang seharga jajanan ke dalam kotak uang yang sudah tersedia. Sekali dua, ada anak madrasah yang memasukkan uang lalu mengambil kembali jumlah uang yang lebih kecil sebagai kembalian.

Kantin di bawah naungan Koperasi MI Al-Fauzain berdiri sejak MI Al-Fauzain pagi dan petang dilebur menjadi satu pada 1999. Sejak mula berdirinya, dewan guru sebagai pengelola koperasi menerapkan mekanisme “Belanja, Bayar, Ambil kembalian sendiri”.

Pihak guru melalui mekanisme belanja demikian berupaya menciptakan iklim jujur di lingkungan madrasah. Selain itu, mereka mendidik para siswa untuk mandiri sejak dini. “Kita ingin membiasakan jujur di kalangan pelajar,” kata guru Sejarah Kebudayaan Islam ustadz Imran Rosyid.

Kantin sendiri buka sejak setengah 07.00 pagi. Satu kotak tempat uang disediakan pengelola koperasi. Ustadz Imran hanya melayani pengunjung koperasi ketika jam istirahat tiba, pukul 09.30 hingga 10.00. Selebihnya para murid melayani dirinya sendiri. “Pokoknya layanan kantin ini non stop,” kata Bendahara MI Al-Fauzain ini.

Koperasi ini menyediakan aneka jajanan anak-anak madrasah terutama makanan ringan. Pengelola koperasi juga menyediakan jajanan berat seperti mie instan, ketoprak, atau ketupat sayur. Untuk belanjaan seperti ini, ustadz Imran turun tangan melayani pembelinya. “Mana yang anak-anak tidak bisa, kita layani.”

Soal tarif, jangan ditanya. “Kita kasih keringanan kepada anak-anak dengan harga murah. Sangat murah. Mana ada ketoprak seharga Rp.2000?” kata ustadz Imran yang juga telaten merawat pohonan yang rimbun di halaman madrasah.

Banyak orang terkejut melihat model kantin MI Al-Fauzain. Sebut saja Amir Siregar, mantan RT di lingkungan kompleks Pondok Indah. Ketika menjenguk cucunya yang sekolah di madrasah ini, ia menjuluki koperasi ini dengan “Warung Kejujuran”, cerita ustadz Imron.

Menurut Wakil Kepala MI Al-Fauzain Iis Supriatin, Demikian juga salah seorang pemantau dari Australia. Ia mengatakan, “Kok ini pelajar belanja sendiri dan bayar sendiri lalu mengambil uang kembalian sendiri?”

Soal tarif aneka jajanan, pelayan koperasi cukup memberitahukannya di awal. Selebihnya para murid sudah terbiasa dan berjalan dengan sendirinya. “Kalau lupa harganya, satu dua dari mereka mendatangi kita, bertanya.”

Ustadz Imran tidak segan mencegah siswa yang terlalu banyak jajan pada satu jenis tertentu. Ia memerhatikan kesehatan murid dalam hal ini. Ia pernah menegur murid yang berulang kali dalam amatannya membeli es. “Jangan jajan es melulu, nanti sakit,” kata ustadz Imran kepada salah satu murudnya.

Menurut ustadz Imran, umumnya pengunjung madrasah tidak terlalu “ngeh” dengan pola kantin MI Al-Fauzain. Mereka hanya datang sekilas. “Tetapi bagi ibu-ibu yang mengantar dan menunggui muridnya, mereka mengerti betul.”

Sebenarnya, pola pendidikan jujur dan terbuka seperti ini amat baik kalau diterapkan juga di madrasah lain. Di Kelompok Kerja Madrasah (KKM), kita belum sosialisasi. Kita berharap madrasah lain mendidik jujur para murid melalui bentuk konkret.

Pengawasan menjadi masalah mudah. Wali murid tahu. Mereka yang mengantar dan menunggui anaknya ikut mengawasi kantin. Kalau ada anak yang curang, ia melaporkannya ke kita ciri-ciri dan identitas kelasnya. Mereka ikut pantau dan lapor. Kita cukup kasih peringatan saja ke murid yang bersangkutan. Mereka agak jera kalau kita kasih peringatan.

Ustadz Imron mengakui bahwa suasana jujur di lingkungan MI Al-Fauzain belum terwujud. Yang diharapkan memang belum terjadi. Hanya saja 90% lebih sudah tercapai. Kalau pun ada yang curang, paling satu dua anak saja.

“Tugas kita para dewan guru hanya memberikan kepercayaan kepada murid. Sebab kata orang-orang, selain kesehatan, jujur dan kepercayaan jadi barang mahal di zaman sekarang apalagi di kota besar,” ustadz Imran mengakhiri keterangannya.

MI Al-Fauzain berdiri sejak 1958. Posisinya kini terisolasi oleh gedung-gedung tinggi setelah sepuluh tahun sebelumnya diapit oleh keramahan penduduk kampung. Hingga kini MI Al-Fauzain yang berdiri tegak di atas tanah wakaf sesepuh kampung Pondok Pinang Timur almarhum H Midi, masih terus berupaya menanamkan nilai-nilai jujur dan percaya sesama manusia. (Alhafiz Kurniawan)

Kalau ada pembeli mengambil sendiri belanjaan, itu disebut pasar swalayan. Tetapi kalau ada pembeli menjangkau sendiri belanjaan, lalu membayarnya dan mengambil sendiri uang kembalian, kita bisa menemukannya di kantin Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Fauzain kelurahan Pondok Pinang, kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Hampir setiap pagi anak-anak berkemurun di sekitar kantin madrasah. Mereka mengambil sendiri jajanan lalu memasukkan uang seharga jajanan ke dalam kotak uang yang sudah tersedia. Sekali dua, ada anak madrasah yang memasukkan uang lalu mengambil kembali jumlah uang yang lebih kecil sebagai kembalian.

Kantin di bawah naungan Koperasi MI Al-Fauzain berdiri sejak MI Al-Fauzain pagi dan petang dilebur menjadi satu pada 1999. Sejak mula berdirinya, dewan guru sebagai pengelola koperasi menerapkan mekanisme “Belanja, Bayar, Ambil kembalian sendiri”.

Pihak guru melalui mekanisme belanja demikian berupaya menciptakan iklim jujur di lingkungan madrasah. Selain itu, mereka mendidik para siswa untuk mandiri sejak dini. “Kita ingin membiasakan jujur di kalangan pelajar,” kata guru Sejarah Kebudayaan Islam ustadz Imran Rosyid.

Kantin sendiri buka sejak setengah 07.00 pagi. Satu kotak tempat uang disediakan pengelola koperasi. Ustadz Imran hanya melayani pengunjung koperasi ketika jam istirahat tiba, pukul 09.30 hingga 10.00. Selebihnya para murid melayani dirinya sendiri. “Pokoknya layanan kantin ini non stop,” kata Bendahara MI Al-Fauzain ini.

Koperasi ini menyediakan aneka jajanan anak-anak madrasah terutama makanan ringan. Pengelola koperasi juga menyediakan jajanan berat seperti mie instan, ketoprak, atau ketupat sayur. Untuk belanjaan seperti ini, ustadz Imran turun tangan melayani pembelinya. “Mana yang anak-anak tidak bisa, kita layani.”

Soal tarif, jangan ditanya. “Kita kasih keringanan kepada anak-anak dengan harga murah. Sangat murah. Mana ada ketoprak seharga Rp.2000?” kata ustadz Imran yang juga telaten merawat pohonan yang rimbun di halaman madrasah.

Banyak orang terkejut melihat model kantin MI Al-Fauzain. Sebut saja Amir Siregar, mantan RT di lingkungan kompleks Pondok Indah. Ketika menjenguk cucunya yang sekolah di madrasah ini, ia menjuluki koperasi ini dengan “Warung Kejujuran”, cerita ustadz Imron.

Menurut Wakil Kepala MI Al-Fauzain Iis Supriatin, Demikian juga salah seorang pemantau dari Australia. Ia mengatakan, “Kok ini pelajar belanja sendiri dan bayar sendiri lalu mengambil uang kembalian sendiri?”

Soal tarif aneka jajanan, pelayan koperasi cukup memberitahukannya di awal. Selebihnya para murid sudah terbiasa dan berjalan dengan sendirinya. “Kalau lupa harganya, satu dua dari mereka mendatangi kita, bertanya.”

Ustadz Imran tidak segan mencegah siswa yang terlalu banyak jajan pada satu jenis tertentu. Ia memerhatikan kesehatan murid dalam hal ini. Ia pernah menegur murid yang berulang kali dalam amatannya membeli es. “Jangan jajan es melulu, nanti sakit,” kata ustadz Imran kepada salah satu murudnya.

Menurut ustadz Imran, umumnya pengunjung madrasah tidak terlalu “ngeh” dengan pola kantin MI Al-Fauzain. Mereka hanya datang sekilas. “Tetapi bagi ibu-ibu yang mengantar dan menunggui muridnya, mereka mengerti betul.”

Sebenarnya, pola pendidikan jujur dan terbuka seperti ini amat baik kalau diterapkan juga di madrasah lain. Di Kelompok Kerja Madrasah (KKM), kita belum sosialisasi. Kita berharap madrasah lain mendidik jujur para murid melalui bentuk konkret.

Pengawasan menjadi masalah mudah. Wali murid tahu. Mereka yang mengantar dan menunggui anaknya ikut mengawasi kantin. Kalau ada anak yang curang, ia melaporkannya ke kita ciri-ciri dan identitas kelasnya. Mereka ikut pantau dan lapor. Kita cukup kasih peringatan saja ke murid yang bersangkutan. Mereka agak jera kalau kita kasih peringatan.

Ustadz Imron mengakui bahwa suasana jujur di lingkungan MI Al-Fauzain belum terwujud. Yang diharapkan memang belum terjadi. Hanya saja 90% lebih sudah tercapai. Kalau pun ada yang curang, paling satu dua anak saja.

“Tugas kita para dewan guru hanya memberikan kepercayaan kepada murid. Sebab kata orang-orang, selain kesehatan, jujur dan kepercayaan jadi barang mahal di zaman sekarang apalagi di kota besar,” ustadz Imran mengakhiri keterangannya.

MI Al-Fauzain berdiri sejak 1958. Posisinya kini terisolasi oleh gedung-gedung tinggi setelah sepuluh tahun sebelumnya diapit oleh keramahan penduduk kampung. Hingga kini MI Al-Fauzain yang berdiri tegak di atas tanah wakaf sesepuh kampung Pondok Pinang Timur almarhum H Midi, masih terus berupaya menanamkan nilai-nilai jujur dan percaya sesama manusia. (Anam/Ibnu Yaqzan)

Sumber: Pendidikan Islam

0 Comments: